Khutbah Hajjah


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نًََحْمَدُهُ وَنًَسْتًَعِيْنُهُ وَنًَسْتَغْفِرُهْ وَنًَعُوذً ِبِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِِِِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Artinya:
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampun kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu alaihi wasallam adalah hamba dan utusan Allah.
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS: Ali Imran: 102)
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah menjaga dan mengawasimu.” (QS:An-Nisa:1)
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalanp-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS: Al-Ahzab:70-71)
Amma ba’du (selanjutnya):
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka.

Rabu, 05 Oktober 2011

Hukum Mendatangkan Roh





Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, shalawat dan salam  semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan  yang mengikuti petunjuknya. Amma ba'du:

Sungguh banyak terjadi di tengah masyarakat dari  kalangan penulis dan selain mereka sesuatu yang dinamakan 'ilmu  mendatangkan roh'. Mereka mengklaim bisa mendapatkan roh-roh orang yang  sudah mati dengan cara yang diciptakan oleh orang-orang yang melakukan  dengan sulapan ini. Mereka bertanya kepadanya tentang berita orang-orang  mati berupa nikmat dan siksa serta selain yang demikian itu yang mereka  kira bahwa orang-orang mati mengetahui hal itu dalam kehidupan mereka.  Saya telah merenungkan persoalan ini sekian lama maka jelas bagiku bahwa  ia adalah ilmu yang batil, ia merupakan sulapan syetan yang ditujukan  untuk merusak akidah, akhlak, menyamarkan kepada kaum muslimin, dan  menyampaikan kepada pengakuan mengetahui ilmu ghaib dalam perkara yang  banyak. Karena alasan inilah saya menulis kata-kata singkat dalam  masalah itu untuk menjelaskan kebenaran dan memberi nasihat kepada umat  serta menyingkap kesamaran dari manusia.

 Saya katakan:  tidak diragukan lagi bahwa masalah ini sama seperti masalah-masalah  lainnya, harus mengembalikannya kepada Kitabullah dan sunnah rasul-Nya.  Apapun yang ditetapkan keduanya atau salah satunya tentu kita  menetapkannya dan yang dinafikan oleh keduanya atau salah satunya  niscaya kita menafikannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا  الرَّسُولَ وَأُوْلِي اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ  فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ  وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai  orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan  ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang  sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul  (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari  kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik  akibatnya. (QS. an-Nisaa`:59)

Persoalan 'roh' termasuk  masalah ghaib yang hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja yang mengetahui  dan mengenal hakikatnya, maka tidak boleh mendalami padanya kecuali  dengan dalil syara', firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
عَالِمَ  الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى  مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ  رَصَدًا


(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia  tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. *   Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan  penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS.  al-Jinn:26-27)

Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah an-Naml:

قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", (QS. An-Naml:65)

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud roh dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً

Dan  mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:"Roh itu termasuk  urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".  (QS. al-Isra` :85)

Ada yang berpendapat: bahwa ia adalah roh  yang ada di dalam tubuh. Berdasarkan pendapat ini maka ayat tersebut  merupakan dalil bahwa roh adalah salah satu perkara Allah Subhanahu Wa  Ta’ala yang manusia tidak mengetahui sedikitpun tentang hal itu kecuali  Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberitahukan kepada mereka, karena hal itu  merupakan perkara yang hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang  mengetahuinya dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala menutup hal itu dari makhluk.

Al-Qur`an yang mulia dan hadits-hadits yang shahih dari  Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa roh-roh orang  mati tetap ada setelah matinya tubuh (badan), di antara dalil yang  menunjukkan hal itu adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

اللهُ  يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي  مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ  اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى

Allah memegang jiwa (orang)  ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu  tidurnya; maka Ia tahanlah jiwa (orang) yang telah ia tetapkan  kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang  ditentukan. (QS. az-Zumar:42)

Dan diriwayatkan dalam hadits  bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: Menyuruh di hari perang Badar  dengan dua puluh empat orang dari pemuka Quraisy, lalu mereka  dilemparkan di salah satu sumur Badar yang kotor lagi jijik. Dan apabila  beliau menang terhadap suatu kaum, beliau tinggal/menetap di tanah  lapang selama tiga malam. Maka tatkala di Badar pada hari ke tiga,  beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menyuruh agar tunggangan diikat,  kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berjalan diikuti para  sahabatnya dan mereka berkata: 'Kami tidak mengira beliau pergi kecuali  untuk menunaikan hajatnya,' hingga beliau berdiri di tepi sumur, lalu  beliau shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil nama-nama mereka dan  nama-nama bapak mereka:

'Wahai fulan bin fulan, wahai fulan bin  fulan..apakah menyenangkan kamu bahwa kamu taat kepada Allah Subhanahu  Wa Ta’ala dan Rasul-Nya, sungguh kami telah mendapatkan apa yang  dijanjikan Rabb kami menjadi kenyataan, apakah kamu mendapatkan yang  dijanjikan Rabb-mu menjadi kenyataan? Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:  'Ya Rasulullah, tidaklah engkau berbicara dari jasad yang tidak ada roh  baginya.' Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي  نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ... مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُوْلُهُ  مِنْهُمْ وَلكِنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ أَنْ يُجِيْبُوْا


'Demi Allah yang diri Muhammad di dalam Tangan-Nya...kamu tidak lebih  mendengar terhadap ucapanku dari mereka, namun mereka tidak bisa  menjawab.[1]

Dan dalam hadits shahih:
أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِ الْمُشَيِّعِيْنَ لَهُ إِذَا انْصَرَفُوْا عَنْهُ


'Sesunnguhnya mayit mendengar bunyi sendal orang-orang yang mengantarnya apabila mereka berpaling darinya.[2]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata\[3]: 'Para salaf ijma'  (konsensus) atas hal ini dan atsar-atsar dari mereka sudah mencapai  derajat mutawatir bahwa mayat mendengar ziarah orang yang hidup  kepadanya dan bergembira dengannya. Dan Ibnul Qayyim rahimahullah  mengutip bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata dalam tafsir firman  Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ  مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى  عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى

Allah  memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang  belum mati di waktu tidurnya; maka Ia tahanlah jiwa (orang) yang telah  ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu  yang ditentukan. (QS. az-Zumar:42)

: sampai berita kepadaku  bahwa roh-roh orang-orang yang hidup dan yang mati bertemu di dalam  tidur, lalu saling bertanya di antara mereka. Lalu Allah Subhanahu Wa  Ta’ala menahan roh-roh orang yang sudah mati dan melepaskan roh-roh  orang-orang yang masih ke tubuh mereka.'[4]

Kemudian  Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: 'Pertemuan roh orang-orang yang masih  hidup dan yang sudah mati ditunjukkan bahwa orang yang masih hidup  melihat orang yang sudah mati di dalam tidurnya, lalu ia bertanya  kepadanya dan yang mati mengabarkan kepadanya dengan sesuatu yang tidak  diketahui oleh yang masih hidup, maka beritanya sama seperti yang  dikabarkannya.[5]

Inilah yang bersumber dari kaum salaf  bahwa roh orang-orang yang sudah wafat tetap ada hingga yang  dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mendengar, namun tidak  ada dasarnya bahwa ia bisa berhubungan dengan orang yang hidup di luar  tidur.

Sebagaimana tidak ada dasarnya pengakuan para  pesulap tentang kemampuan mereka mendatangkan roh-roh orang mati yang  mereka kehendaki, berbicara dan bertanya kepadanya. Ini semua adalah  pengakuan-pengakuan batil, tidak ada dasar yang menguatkannya secara  naql (riwayat, dalil) dan tidak pula secara akal. Bahkan sesungguhnya  Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Dia-lah Yang Maha Mengetahui dengan roh-roh  ini, mengatur padanya. Dia Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Kuasa  mengembalikannya ke jasadnya apabila Dia menghendaki hal itu. Hanya Dia  Subhanahu Wa Ta’ala saja yang mengatur di dalam kerajaan-Nya dan  makhluk-Nya, tidak ada yang bisa ikut campur. Adapun yang mengaku selain  itu, maka ia mengaku sesuatu yang dia tidak mengetahui dan berbohong  kepada manusia dalam menjual berita-berita roh: bisa jadi untuk  mendapatkan harta, atau memamerkan kekuatannya yang tidak mampu  dilakukan orang lain, atau untuk merancukan manusia untuk merusak akidah  dan agama.

Pengakuan para pembohong tersebut berupa  mendatangkan roh, sebenarnya hanyalah roh-roh syetan yang melayaninya  dengan menyembahnya dan memenuhi permintaannya, dan ia membantunya  sesuai permintaannya secara bohong dan palsu dalam menyerupai nama-nama  yang mereka akui dari orang-orang yang sudah mati, seperti firman Allah  Subhanahu Wa Ta’ala:


وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ  عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ  زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ  فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ . وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ  لاَ يُؤْمِنُونَ بِاْلآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُم  مُّقْتَرِفُونَ

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi  itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis)  jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain  perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau  Rabbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan  mereka dan apa yang mereka ada-adakan. * Dan (juga) agar hati kecil  orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada  bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka  mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan. (QS. al-An'aam:112-113)

Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

وَيَوْمَ  يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ  الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُم مِّنَ اْلإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ  بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلَتْ لَنَا قَالَ  النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ إِنَّ  رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah  menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman):"Hai golongan jin  (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia", lalu  berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia:"Ya Rabb kami,  sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari  sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah  Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman:"Neraka itulah tempat diam  kamu, sedang kamu kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki  (yang lain)". Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.  (QS. al-An'aam:128)

Para ulama tafsir menyebutkan bahwa  kesenangan jin dengan manusia adalah penyembahan mereka (manusia) kepada  mereka (jin) dengan menyembelih hewan, nazar, dan berdoa. Dan  sesungguhnya kesenangan manusia dengan jin adalah dalam menunaikan hajat  mereka yang mereka minta dari mereka (jin), mengabarkan kepada mereka  sebagai perkara gaib yang diketahui jin di sebagian tempat yang jauh,  atau mereka mengupingnya dari pembicaraan (malaikat), atau mereka  berbohon dan itulah yang terbanyak. Andaikan para manusia itu tidak  melakukan pendekatan diri kepada para roh yang mereka datangkan dengan  sedikit ibadah, maka hal itu tidak berarti boleh dan halal, karena  bertanya kepada para syetan, peramal, dukun, dan ahli nujum adalah  dilarang secara syara', dan mempercayai berita mereka lebih besar haram  dan dosanya, bahkan ia termasuk cabang kekufuran, berdasarkan sabda Nabi  shalallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

"Barangsiapa  yang mendatangi peramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu  niscaya shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam."[6]

Dan dalam Musnad Ahmad dan sunan: dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.

"Barangsiapa  yang mendatangi dukun, lalu membenarkan (mempercayai) ucapannya,  berarti ia telah kafir dengan yang diturunkan kepada Muhammad shalallahu  ‘alaihi wasallam."[7]

Banyak sekali hadits dan atsar  dalam makna ini, dan tidak diragukan lagi roh-roh yang mereka datangkan  menurut pengakuan mereka masuk dalam kategori larangan Nabi shalallahu  ‘alaihi wasallam, karena ia termasuk jenis roh yang menyertai para dukun  dan peramal dari golongan syetan, maka hukumnya sama. Maka tidak boleh  bertanya kepadanya, tidak boleh mendatangkannya, dan tidak boleh pula  membenarkannya. Bahkan semua itu haram dan kemungkaran, bahkan merupakan  kebatilan, berdasarkan yang telah engkau dengar dari hadits-hadits dan  atsar dalam hal itu, dan karena apa yang mereka kutip dari roh-roh ini  dipandang termasuk ilmu gaib, dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
[B]قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ[/B]

Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah",... (QS. an-Naml:65)

Bisa jadi roh-roh ini adalah syetan-syetan yang menyertai  mayit-mayit yang mereka meminta roh-roh mereka, lalu ia mengabarkan  sesuatu yang ia ketahui berupa kondisi mayit di saat hidupnya seraya  mengaku bahwa ia adalah roh mayat tersebut yang ia menyertainya. Maka  tidak boleh mempercayainya, tidak boleh memanggilnya, dan tidak boleh  bertanya kepadanya, sebagaimana telah dikemukakan dalil atas hal itu.  Apa yang didatangkannya tidak lain hanyalah syetan dan jin yang melayani  mereka sebagai imbalan melakukan ibadah kepada mereka yang tidak boleh  dilakukan kecuali hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja. Hal itu  membawa kepada syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Kita  berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari hal itu.

Lajnah Daimah (Tim tetap) di Darul Ifta` KSA telah menerbitkan fatwa  tentang 'hipnotis' yang merupakan salah satu jenis mendatangkan ruh,  inilah bunyinya:

(Hipnotis merupakan salah satu jenis  sihir (perdukunan) yang mempergunakan jin sehingga di pelaku dapat  menguasai diri korban, lalu berbicaralah dia melalui ucapannya dan  mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan setelah  dikuasainya dirinya tersebut. Hal ini bisa terjadi, jika di korban  benar-benar serius bersamanya dan patuh. Sebaliknya, hal ini dilakukan  si pelaku karena adanya imbalan darinya terhadap hal yang dijadikannya  taqarrub tersebut. Jin tersebut membuat si korban berada di bawah  kendali di pelaku untuk melakukan pekerjaan atau berita yang dimintanya.  Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia memang serius melakukannya  bersama si pelaku.

Atas dasar ini, menggunakan  'hipnotis' dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk menunjukkan  lokasi pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien atau melakukan  pekerjaan lain melalui si pelaku ini tidak boleh hukumnya. Bahkan, ini  termasuk syirik karena alasan di atas dan hal itu termasuk berlindung  kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap hal yang merupakan  sebab-sebab biasa di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikannya dapat  dilakukan oleh para makhluk dan membolehkannya bagi mereka). Hingga di  sini pernyataan lajnah.

Di antara orang yang  mengungkap hakikat pengakuan batil ini adalah DR. Muhammad Muhammad  Husain dalam bukunya: ar-Ruhiyatul haditsah: Hakikatuha wa Ahdafuha (ruh  baru: hakikat dan tujuannya). Sebelumnya ia termasuk orang yang menipu  dengan sulap ini dalam waktu yang lama, kemudian Allah Subhanahu Wa  Ta’ala menunjukkan kepadanya jalan kebenaran dan mengungkap kepalsuan  pengakuan itu setelah ia memasukinya dan tidak mendapatkan di dalamnya  selain khurafat dan kebohongan belaka. Ia menyebutkan: bahwa orang-orang  yang mendatangkan arwah melakukan beberapa cara: di antara mereka ada  kalangan pemula yang berpegang di atas gelas kecil  atau cangkir yang  berpindah di antara huruf yang telah ditulis/dilukis di atas meja, dan  terbentuk jawaban arwah yang dipanggil –menurut pengakuan mereka- dari  kumpulan huruf menurut susunan berpindahnya padanya. Di antara mereka  ada yang berpegang menurut cara keranjang yang diletakkan pulpen di  sisinya yang menulis jawaban atas pertanyaan para penanya. Di antara  mereka ada yang berpegang di atas perantara, seperti perantara hipnotis.

Dan ia menyebutkan bahwa ia ragu terhadap orang yang  mengaku mendatang arwah, dan sesungguhnya di belakang mereka ada yang  mendorong mereka. Buktinya, iklan yang dilakukan untuk mereka, koran dan  majalah berlomba mengikuti mereka dan mempublikasikan mereka, belum  pernah ada sebelumnya aktifitas yang menyentuh roh atau kehidupan  akhirat, dan belum pernah ada yang mengajak kepada agama atau beriman  kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ia menyebutkan bahwa  mereka berkeinginan menghidupkan dakwah Fir'aun dan dakwah jahiliyah  lainnya. Sebagaimana ia menyebutkan bahwa orang-orang yang menjual dasar  pemikiran ini adalah orang-orang yang kehilangan nama, maka mereka  menipu diri mereka dengan ilusi, dan sesungguhnya orang yang paling  terkenal menjual bid'ah ini bernama Olover Lord yang kehilangan anaknya  di perang dunia pertama. Dan sama seperti pendiri ruhiyah di Mesir yang  bernama Ahmad Fahmi Abul Khair yang anaknya wafat pada tahun 1937 M. Ia  dikaruniai anak setelah sekian lama menunggu.

DR.  Muhammad Muhammad Husain menyebutkan bahwa ia telah menekuni bid'ah ini.  Ia memulai dengan cara gelas dan meja, maka ia tidak mendapatkan  padanya sesuatu yang memuaskan. Dan berakhir kepada tahapan perantara  dan ia berusaha menyaksikan sesuatu yang mereka akui berupa membentuk  roh atau suara langsung, dan mereka melihatnya sebagai dalil pengakuan  mereka, maka ia tidak berhasil dan tidak pula orang lain. Karena hal itu  pada hakikatnya tidak pernah ada. Namun hanya merupakan permainan kuat  yang berdiri di atas tipuan samar lagi ahli yang bertujuan menghancurkan  agama. Badan zeonis internasional yang menghancurkan tidak jauh darinya  (punya peran besar dalam hal ini, pent.) Dan manakala ia tidak puas  terhadap pemikiran dan mengetahui hakikatnya, ia menarik diri darinya  dan berniat menjelaskan hakikatnya kepada manusia. Dan ia berkata:

'Sesungguhnya  orang-orang yang menyimpang tersebut akan terus berusaha menyesatkan  manusia sampai iman terlepas dari dada mereka (kaum muslimin, pent.) dan  akidah sirna dari jiwa mereka, dan menyerahkan mereka kepada kerancuan  berupa prasangka dan ilusi belaka. Orang-orang yang mengaku mendatangkan  ruh tidak mengakui para rasul kecuali hanya sebagai perantara ruhiyah,  seperti yang dikatakan pemimpin mereka Utser Fendelay dalam bukunya: 'Di  tepi alam atsiri' tentang para nabi:

"Mereka (para nabi) adalah  perantara dalam derajat yang tinggi dari derajat perantara, mukjizat  yang terjadi lewat tangan mereka tidak lain hanyalah fenomena ruhiyah  seperti fenomena yang terjadi di ruangan mendatangkan ruh.'

Dan DR. Husein berkata: 'Apabila mereka gagal mendatangkan ruh,  mereka berkata, 'Perantara tidak sukses, atau para saksi yang hadir  tidak mendapat restu, atau sesungguhnya di antara yang hadir ada yang  ragu atau menantang.

Di antara pengakuan mereka yang  batil adalah: mereka mengaku bahwa Jibril u menghadiri majelis mereka  dan memberi berkah kepadanya –semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutuk  mereka-. Hingga di sini tujuan ucapan DR. Muhammad Muhammad Husein.

Dari penjelasan yang kami berikan di depan, pernyataan Lanjah  Daimah, dan DR. Muhammad Muhammad Husein dalam praktek hipnotis: jelas  sekali kebatilan pengakuan orang-orang yang mendatangkan arwah bahwa  mereka sanggup mendatangkan arwah orang-orang mati dan bertanya tentang  apa yang mereka inginkan. Dan diketahui bahwa semua ini adalah perbuatan  syetan dan sulapan yang batil, yang masuk dalam larangan Nabi  shalallahu ‘alaihi wasallam tentang bertanya kepada para dukun, peramal,  ahli nujum dan semisal mereka.

Para pejabat  (pemerintah) di negara-negara Islam berkewajiban melarang kebatilan ini,  menghentikannya, dan menghukum para pelakunya hingga ia berhenti  melakukannya. Sebagaimana para pemimpin redaksi mass media Islam  berkewajiban agar tidak mempublikasikan kebatilan ini dan jangan  mengotori koran mereka. Dan apabila memang harus mengutip, maka  hendaknya ia mengutip bantahan (canter), menjelaskan kepalsuan dan  memberi peringatan terhadap permainan syetan dari bangsa jin dan  manusia, tipu daya dan penipuan mereka terhadap manusia. Dan Allah  Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan yang haqq dan Dia Subhanahu Wa Ta’ala  yang memberi petunjuk kepada jalan kebenaran. Dia-lah tempat memohon  semoga Dia memperbaiki kondisi kaum muslimin, memberi pemahaman agama  kepada mereka, melindungi mereka dari tipu daya para penjahat dan  penyamaran wali-wali syetan. Sesungguhnya Dia Subhanahu Wa Ta’ala  mengurus hal itu lagi Maha Kuasa atasnya.


Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Syaikh bin Baz – Kumpulan Fatwa dan Artikel (3/309-316).
[1]  Al-Bukhari 3976 dan sabdanya e: namun mereka tidak bisa menjawab' adalah tambahan dalam sunan an-Nasa`i (2075).
[2] Al-Bukhari 1374 dan Muslim 2870.
[3] Dalam kitabnya 'Ruh' hal 5.
[4] Idem hal. 20.
[5]  Idem hal. 21.
[6]  Muslim 2230.
[7]   Ahmad 2/429, Abu Daud 3904, at-Tirmidzi 135, Ibnu Majah 639, disertai  adanya perbedaan di antara mereka dalam lafazh dan tambahan. Dishahihkan  oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 3304.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar